Candra Wicaksono
05.11.009
ASUHAN
KEPERAWATAN PANKREATITIS
A. Pengertian Pankreatitis
Pankreatitis adalah reaksi pradangan
pankreas (inflamasi pankreas). Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada
pankreas dengan intensitas yang
dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri
hingga penyakit yang berjalan dengna cepat dan fatal yang tidak bereaksi
terhadap berbagai pengobatan.
Terdapat beberap teori tentang penyebab dan
mekanisme terjadinya pankreatitis yang umumnya dinyatakan sebagai otodigesti
pankreas. Umumnya semua teori menyatakan bahwa duktus pankreatikus tersumbat,
disertai oleh hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas tersebut.
Enzim-enzim ini memasuki saluran empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian
bersama-sama getah empedu mengalir balik (refluks) ke dalam duktus pankreatikus
sehingga terjadi pankreatitis.
Klasifikasi
Berdasarkan The Second
International Symposium on the Classification of Pancreatitis (Marseilles , 1980),
pankreatitis dibagi atas:
- Pankreatitis
akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).
- Pankreatitis kronik (terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen).
Penyempurnaan klasifikasi dilakukan tahun 1992 dengan
sistem klasifikasi yang lebih berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa
indikator beratnya pankreatitis akut yang terpenting adalah
adanya gagal organ yakni adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO2 = 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan perdarahan saluran makan bagian atas
(> 500 ml/24 jam). Adanya penyulit lokal seperti nekrosis, pseudokista atau
abses harus dimasukkan sebagai komponen sekunder dalam penentuan beratnya
pankreatitis. Sebelum tumbulnya gagal organ atau nekrosis pankreas, terdapat 2
kriteria dini yang harus diukur yakni kriteria Ranson dan APACHE II.
B. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai
pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada
sel-sel asinus dan pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi
sesuai derajat proses patologi. Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas
mungkin berkisar dari 5% sampai 10%, sedangkan perdarahan masif nekrotik
mempunyai mortalitas 50% sampai 80%.
1
Klasifikasi Pankreatitis Akut
Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari
kelainan yang relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang
dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi.
Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat
dibedakan:
a.
Pankreatitis Akut Tipe Intersitial
Secara
makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,
disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas
dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
Meskipun bentuk ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan,
namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok,
gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.
b.
Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,
Secara
makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan
inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di
tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga
mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila
penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang
berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses
yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan
pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan
tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. Pembuluh-pembuluh darah di dalam
dan di sekitar daerah yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi
peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh
darah.
2 Etiologi
Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya
organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh
persen penderita pankreatitis akut mengalami penyakit pada duktus billiaris;
meskipun demikian, hanya 5% penderita batu empedu yang kemudian mengalami
nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran
ini pada daerah ampula Vateri, menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan
aliran balik (refluks) getah empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus
pankreastikus dan dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam
pankreas. Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis
kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis.
Tabel 4. Etiologi pankreatitis akut
|
|
3 Patofisiologi
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang
terdiri dari dua fase. Pertama, fase awal yang disebabkan efek sistemik
pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS)
yang berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi
tidak ada bukti-bukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem
pertahanan tubuh alami yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan
multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan
penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.
4 Patogenesis
Sebagai
kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai pankreatitis akut,
terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi
pada timbulnya penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di
dalam pankreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari
efek enzimatik enzim digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen
yang inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan
pankreas, cairan pankreas dan serum sehingga dapat menginaktivasi protease yang
diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi di dalam pankreas, peran penting
terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pankreas yang terlihat
dapam proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya
lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen secara
normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya
aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga
bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade
enzim dan autodigesti pankreas.
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara
lain adalah refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem
komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan. Isis
duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin
dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu manginduksi
pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas,
meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi
lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil proenzim
pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus
pankreatikus yang utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan
struktural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan
histologik pankrataitis tipe edema ke tipe hemoragik
Kelainan histologis utama yang ditemukan pada
pankreatitis akut adalah nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau
kariolisis yang cepat diikut oleh degradasi asini yang nekrotik dan absopsi
debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis menunjukkan
kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.
5 Manifestasi klinis
Pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen hebat,
melintang dan tembus ke bagian punggung. Biasanya disertai muntah. Rasa nyeri dapat
menjalar ke seluruh abdomen, umumnya tidak dapat diatasi dengan obat analagesik
biasa. Tidak jarang pasien datang
dengan kembung atau mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada fase lanjut,
pasien datang dalam keadaan sindrom syok atau dengan hemodinamik yang tidak
stabil.
6 Diagnosis Pankratitis Akut
Diagnosis
pankreatitis akut pada umumnya dapat ditetgakkan bilamana pada pasien dengan
nyeri perut bagian atas yang timbul tiba-tiba didapatkan :
1.
Kenaikan amilase serum atau urine ataupun nilai lipase
dalam serum sedikitnya tiga kali harga normal tertinggi.
2.
Atau penemuan utrasonografi yang sesuai dengan
pankreatitis akut.
3.
Atau dengan penemuan operasi/autopsi yang sesuai dengan
pankretitis akut.
4.
Kriteria yang dipakai untuk menegakkan diagnosa secara
klinis praktis, salah satunya adalah kriteria Ranson.
Tabel 5. Kriteria Ranson
Awal Dalam
waktu 48 jam
Umur > 55 tahun Ht
menurun > 10%
Leukosit > 16.000/mm3 BUN naik
> 5 mg/dl
Glukosa > 200 mg/dl Ca2+
< 8 mg/dl
LDH > 350 IU/L PaO2
< 60 mmHg
SGOT > 250 UI/L Base
deficit > 4 mEq/L
Interpretasi
klinik kriteria Ranson
Kriteria
awal menggambarkan beratnya proses inflamasi. Sedangkan kriteria akhir waktu 48
jam menggambarkan efek sistemik aktivitas enzim terhadap organ target, seperti
paru dan ginjal.
Tabel 6. Penilaian kriteria Ranson
Skor Mortalitas
> 3 0%
3-5 10-20%
> 5 >
50%, biasanya sesuai dengan pankreatitis nekrotikans
Kriteria lain, yang bersifat klinis praktis yang
terutama diperlukan di tempat dengan sarana diagnostik terbatas dirancang oleh
subbagian Gastroenterologi RSUPNCM.
Tabel 7.
Kriteria penilaian pankreatitis akut
Gejala Skor
Nyeri epigastrium menetap > 5 jam 1
Mual, muntah 1
Nyeri peri umbilikal 2
Keadaan umum sedang-berat 1
Nadi > 90 x/menit 1
Suhu aksila > 37,5ºC 1
Nyeri hipogastrium kiri/kanan 1
Leukositosis > 10.000/ul 1
Penialaian : Bila skor > 9, diagnosis klinis pankreatitis akut dapat
ditegakkan dengan sensitivitas 92,3%, spesifitas 64%, nilai prediktif positif
36%, dan nilai prediktif negatif 7,7%.
7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik
dan ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral
harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan
TPN (total parental nutrition) pada
pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting, khusus pada
pasien dengan keadaan umum yang buruk, sebagai akibat dari stres metabolik yang
menyertai pankreatitis akut. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan
untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri
dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam klorida.
1.
Penanganan Nyeri.
Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang esensial dalam
perjalanan penyakit pankreatitis akut karena akan mengurangi rasa nyeri dan
kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas.
2.
Perawatan
Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin
yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan serta mencegah gagal
ginjal akut.
3.
Perawatan
Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karena
risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru
dan atelektasis cenderung tinggi.
4.
Drainase Bilier.
Pemasangan drainase bilier dalam duktus pankreatikus melalui endoskopi telah
dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali
aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat
badan.
5.
Penatalaksanaan
Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai
menghilang. Pemberian makanan makanan per oral yang rendah lemak dan protein
dimulai secara bertahap. Kafein dan alkohol tidak boleh terdapat dalam makanan
pasien.
6.
Pertimbangan
Gerontik. Pankreatitis akut dapat mengenai segala usia; meskipun demikian,
angka mortalitas pankreatitis akut meningkat bersamaan dengan pertambahan usia.
8 Tindakan Bedah
Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya
tidak dilakukan, kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:
1.
Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa
hari terapi intensif.
2.
Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang
disertai dengan rejatan yang sukar diatasi.
3.
Timbulnya sepsis.
4.
Gangguan fungsi ginjal yang progresif.
5.
Tanda-tanda peritonitis.
6.
Bendungan dari infeksi saluran empedu.
7.
Perdarahan intestinal yang berat.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit
berjalan beberapa waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif)
bilamana timbul penyulit seperti pembentukan pseudokista atau abses,
pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum atau kolon, pada
perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.
C. Pankreatitis Kronis
Pankreatitis kronis merupakan kelainan inflamasi yag ditandai oleh
kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. Dengan
digantikannya sel-sel pankreas yang normal oleh jaringa ikat akibat serangan
pankreatitis yang berulang-ulang, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat.
Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan
duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut,
inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi.
1
Etiologi
Konsumsi alkohol dalam masyarakat barat dan malnutrisi
yang terdapat di seluruh dunia merupakan penyebab pankreatitis kronis. Pada alkoholisme, insiden pankreatitis 50
kali lebih tinggi dibandingkan insidens dalam populasi bukan peminum. Konsumsi
alkohol dalam waktu lama menyebabkan hipersekresi protein dalam sekret
pankreas. Akibatnya akan terbentuk sumbat protein dan batu (kalkuli) dalam
duktus pankreas. Alkohol juga memiliki efek toksik yang langsung pada sel-sel
pankreas. Kemungkinan terjadinya kerusakan sel-sel ini akan lebih parah pada
pasien-pasien yang kandungan protein dalam makanannya buruk atau yang kandungan
lemaknya terlampau tinggi atau rendah.
2 Manifestasi Klinis
Insidens pankreatitis kronis meningkat pada laki-laki
dewasa dan ditandai oleh serangan nyeri hebat di daerah abdomen bagian atas dan
punggung, disertai muntah. Serangan nyeri sering sangat hebat sehingga
pemberian preparat narkotik, sekalipun dengan dosis tinggi, tidak mampu
meredakan nyeri tersebut. Resiko ketergantungan opiat akan meningkat pada
pankreatitis karena sifatnya yang kronis dan hebatnya rasa nyeri.
Penurunan
berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronis. Biasanya
disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut
bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorbsi mengakibatkan proses
pencernaan bahan makanan khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi
menjadi lebih sering dan feces menjadi berbuih (steatore) akibat gangguan pencernaan lemak.
3 Evaluasi
Diagnostik
ERCP (endoscopic
retrograde cholangiopancreatography) merupakan pemeriksaan yang paling
tepat untuk menegakkan diagnostik pankreatitis kronis. Tes toleransi glukosa
dapat mengevaluasi fungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas; informasi ini
diperlukan untuk mengambil keputusan apakah operasi reseksi pankreas
diperlukan. Hasil abnormal yang merupakan indikasi penyakit diabetes dapat
ditemukan. Berbeda dengan penderita pankreatitis akut, kadar amilase serum dan
jumlah sel darah putih mungkin tidak mengalami peningkatan yang berarti.
4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis kronis bergantung pada
kelaian yang mungkin menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan
untuk mencegah serta menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri serta
gangguan rasa nyaman dan menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang
terdapat pada pankreatitis.
1.
Nyeri dan
gangguan rasa nyaman pada abdomen diatasi dan dicegah dengan cara seperti
yang dalakukan pada pankreatitis akut.
2.
Diabetes
mellitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulai Langerhans pankreas
dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obat hipoglikemik oral.
3.
Pembedahan umumnya
dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa nyaman, memulihkan
drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi serangan pankreatitis akut.
4.
Pankreatikojejunostomi
dengan anastomosis side-to-side atau
penyambungn duktus pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi
pankreas ke dalam jejunum.
5.
Ototransplantsi
atau implantasi sel-sel pulau Langerhans dari pasien sendiri pernah diupayakan
untuk memelihara fungsi endokrin pankreas.
D. Proses Keperawatan Pankreatitis
1
Pengkajian
Riwayat kesehaan difokuskan pada karakteristik nyeri
abdomen serta adanya gangguan rasa nyaman yang dialami pasien. Status cairan
serta nutrisi pasien dan riwayat serangan batu empedu serta konsumsi alkohol
harus dikaji. Riwayat masalah gastrointestinal, yang mencakup mual, muntah,
diare dan pengeluaran feces berlemak harus ditanyakan. Pemeriksaan abdomen
harus dilakukan untuk mengkaji rasa sakit, nyeri tekan, ketegangan muskuler dan
bising usus.
Status emosional serta psikologis pasien dan anggota
keluarganya serta upaya mereka untuk mengatasinya harus dikaji karena mereka
sering merasa takut dan cemas mengingat beratnya gejala pasien serta rasa sakit
yang dideritanya.
2 Diagnosa
Keperawatan Yang Muncul Pada Pankreatitis
Berdasarkan
semua data hasil hasil pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien
pankreatitis mencakup yang berikut:
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan inflamasi, edema, distensi pada pankreas dan iritasi
peritoneum.
b.
Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan rasa nyeri akut, infiltrat paru, efusi pleura
dan atelektasis.
c.
Perubahan
status nutrisi berhubungan dengan penurunan asupan makanan dan peningkatan
kebutuhan metabolisme.
d.
Gangguan
integritas kulit yang berhubungan dengan status nutrisi yang buruk, tirah
baring dan luka akibat operasi serta pemasangan drain yang lebih dari satu.
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Nyeri akut berhubungan dengan:
inflamasi, edema, distensi
pada pankreas dan iritasi peritoneum
DS:
-
Laporan secara verbal
DO:
-
Posisi untuk menahan nyeri
-
Tingkah laku berhati-hati
-
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
-
Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
-
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
|
NOC :
v Pain Level,
v pain control,
v comfort level
Setelah
dilakukan tinfakan keperawatan selama 2x24 Jam Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital
dalam rentang normal
|
NIC :
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
§ Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ……...
§ Tingkatkan istirahat
§ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
§ Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
|
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan :
rasa nyeri akut, infiltrat paru, efusi pleura dan
atelektasis.
DS:
-
Dyspnea
-
Nafas pendek
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran
udara per menit
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama
- Penurunan kapasitas
vital
- Respirasi: < 11 – 24
x /mnt
|
NOC:
v Respiratory
status : Ventilation
v Respiratory
status : Airway patency
v Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 Jam pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
v Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC:
·
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·
Berikan bronkodilator :
·
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status
O2
v
Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
v Pertahankan
jalan nafas yang paten
v Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi
v
Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi
v
Monitor vital
sign
v
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
v
Ajarkan bagaimana batuk efektif
v Monitor pola nafas
|
2.4.2
Masalah
Kolaborasi (Komplikasi Potensial)
Berdasarkan dari data-data hasil pengkajian,
komplikasi potensial yang mungkin terjadi mencakup:
a.
Gangguan keseimbangan cairan dan elekrolit
b.
Nekrosis pankreas
c.
Syok dan kegagalan organ yang multipel
KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan serta tahapan proses
keperawatan, maka penulis dapat
menyimpulkan :
- Pankreatitis
adalah reaksi pradangan pankreas (inflamasi pankreas). Pankreatitis
merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat
berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga
penyakit yang berjalan dengna cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap
berbagai pengobatan.
- Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis akut mengalami penyakit pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5% penderita batu empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri, menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
BalasHapushttp://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/