Selasa, 10 September 2013

ASKEP Karsinoma Mediastinum

Karsinoma Mediastinum
2.1.1 Definisi
Karsinoma mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Karsinoma mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. (Elisna Syahruddin)
Karsinoma mediastinum adalah suatu kondisi dimana timbulnya hiperplasia sel-sel jaringan (tulang, penyokong) pada area tertentu (mediastinum) secara progresif dalam bentuk jaringan longgar yang menimbulkan manifestasi tumor (pembesaran) pada mediastinum. Jenis karsinoma mediastinum sering berkaitan dengan lokasi dan umur penderita. Pada anak-anak karsinoma mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau timoma
2.1.2 Anatomi dan Patologi
Mediastinum, bagian tengah dari rongga thoraks, dapat dibagi menjadi tiga bagian untuk klasifikasi komponen anatomi dan proses penyakit: mediastinum anterior, tengah dan posterior. Mediastinum anterior terletak diantara sternum dan permukaan anterior jantung dan vena cava. Mediastinum tengah terletak diantara vena cava dan trakea. Bagian posterior dari mediastinum tengah merupakan mediastinum posterior. Mediastinum bagian depan termasuk kelenjar timus atau sisanya, arteri dan vena mamma interna, nodus limfatikus dan lemak. Mediastinum tengah terdiri atas perikardium dan isinya, aorta asenden dan transversa, vena cava superior dan inferior, arteri dan vena brachiocephalica, nervus frenikus, batang nervus vagus atas, trakea, bronkus utama dan nodus limfatikusnya yang berhubungan, dan arteri dan vena pulmonal bagian tengah. Mediastinum posterior berisi aorta desenden, esofagus, duktus torasikus, vena azygos dan hemiazygos, dan nodus limfatikus.
2.1.3 Bagian – bagian Mediastinum
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
a)      Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum
b)       Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung.
c)      Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung.
d)      Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

2.2 Etiologi dan Tanda gejala Karsinoma Mediastinum
2.2.1 Etiologi Karsinoma Mediastinum
Sebagaimana bentuk kanker /karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan / sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah. Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari   jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol. 
2.2.2  Tanda dan gejala Karsinoma Mediastinum
Tanda – tanda dari Karsinoma Mediastinum :
*        Mengeluh sesak nafas, nyeri dada unilateral, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
*         Sekret berlebihan
*        Batuk dengan atau tanpa dahak
*        Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
*        Pernafasan tidak simetris
*        Unilateral Flail Chest
*        Effusi pleura
*        Egophonia pada daerah sternum
*        Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
*        Wheezing unilateral/bilateral
*        Ronchii
2.2.3 Manifestasi Klinis
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
2.2.4 Klasifikasi Karsinoma Mediastinum
a. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah.
b. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
c. Tumor saraf
Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disebarang tempat, lebih sering di mediastinum posterior. Tumor itu dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya diklasifikasi berdasarkan jaringan yang membentuknya, dibagi atas neural sheath yang sering bersifat jinak (schwannoma) dan neurofibroma yang paling sering ditemukan. Tumor yang bersifat jinak sangat jarang menjadi ganas. Meskipun dikatakan sering pada anak tetapi juga dapat ditemukan pada orang dewasa. Topcu dari Turki menganalisis 60 pasien tumor saraf dan mendapatkan 13 penderita bayi dan anak-anak usia (< 15 tahun), 47 orang dewasa (usia >15 tahun), lebih banyak perempuan (39 orang) dibandingkan laki-laki (21 orang). Hanya 20% (12 dari 60) bersifat ganas.
2.3 Penatalaksanaan Karsinoma Mediastinum
2.3.1 Diagnosis Karsinoma Mediastinum
Kebanyakan Karsinoma mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan dengan ukuran dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Tidak jarang pasien datang dengan kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna. Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa, maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi dan/atau tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan.
2.3.2 Penatalaksanaan Karsinoma Mediastinum
.
Tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami karsinoma mediastinum meliputi tindakan operatif dan konservatif. Tindakan konservatif terdiri atas :
a.       Pengurangan gejala-gejala dasar, seperti penurunan gejala sesak nafas, koreksi gangguan keseimbangan gas.
b.      Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan komplikasi Pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta aktivitas merupakan langkah yang perlu iambil secara terpadu untuk meningkatkan fungsi dasar dan perbaikan kondisi umum klien.
c.       Adaptasi biologis dan psikologis
d.      Pengngunaan obat-obatan : Berbagai citostatika mungki digunakan dalam terapi kausatif seperti : tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrine  atau penggunaan talc poudrage

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian
Identitas :
·         Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
·         Jenis kelamin : Laki-laki lebih bersesiko daripada wanita
Riwayat Masuk
Keluhan utama yang sering muncul saat masuk adalah adanya sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak khas; mungkin disertai/tidak disertai dengan batuk atau batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan kunjungan ke profesional kesehatan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
3.2  Data Pengkajian
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat/normal
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Obyektif : hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal unilaeral/bilateral, egophoni
 3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, asidosis ringan/berat
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran
Obyektif : letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest
6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal, 
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
  
3.3 Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan Pola Nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
2.      Defisit Volume Cairan b.d :
- Distress pernafasan
- Penurunan intake cairan
- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam, efekchemoteraphi

Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis
Tujuan :
Klien akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
·         Suara nafas paru relatif bersih 
·         Laju nafas dalam rentang normal
·         Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi 
Intervensi :
·         Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas
·         Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
·         Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
·         Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
·         Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
·         Lakukan suction secara bertahap
·         R : Membantu pembersihan jalan nafas
·         Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
·         R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan
2. Defisit Volume Cairan b.d :
-          Distress pernafasan
-          Penurunan intake cairan
-          Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam, efek chemoteraphi

Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

Tujuan : Klien mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
·         Intake adekuat, baik IV maupun oral
·         Tidak adanya letargi, muntah, diare
·         Suhu tubuh dalam batas normal
·         Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020
Intervensi :
·         Catat intake dan output, berat diapers untuk output
·         Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
·         Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
·         Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam

ASKEP THALASEMIA

A.    PENGERTIAN

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.

Macam – macam Thalasemia :
1.      Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.       Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama        kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.    
b.      Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
2.      Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a

B.     ETIOLOGI

Faktor genetik

C.    PATOFISIOLOGI

      Hemoglobin paska kelahiran yang  normal terdiri dari dua rantai alpa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).

  


D.    MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin  (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1.      Letargi
2.      Pucat
3.      Kelemahan
4.      Anoreksia
5.      Sesak nafas
6.      Tebalnya tulang kranial
7.      Pembesaran limpa
8.      Menipisnya tulang kartilago

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ø  Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
Ø  Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Ø  Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
Ø  Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

F.     PENATALAKSAAN

1.      Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2.      Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3.      Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4.      Transplantasi sumsum tulang  biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.



G.    PENGKAJIAN

1.      Pengkajian Fisik
Ø  Melakukan pemeriksaan fisik.
Ø  Kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia dan riwayat penyakit tersebut dalam keluarga.
Ø  Observasi gejala penyakit anemia.
2.      Pengkajian Umum
Ø  Pertumbuhan yang terhambat
Ø  Anemia kronik.
Ø  Kematangan seksual yang tertunda.
3.      Krisis Vaso-Occlusive
Ø  Sakit yang dirasakan
Ø  Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
-          Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
-          Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan
-          Cerebrum  : stroke, gangguan penglihatan.
-          Pinggang   : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru basah.
-          Liver         : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
-          Ginjal        : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
Ø  Hati: cardiomegali, murmur sistolik
Ø  Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
Ø  Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
Ø  Genital: terasa sakit, tegang.
Ø  Liver: hepatomegali, sirosis.
Ø  Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan kebutaan.
Ø  Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen , dehidrasi.
2.      Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3.      Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.

I.       INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.
Tujuan:
a.       Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Ø  Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
-          Jangan sampai terjadi infeksi
-          Jauhkan dari lingkungan yang beroksigen rendah.
Ø  Hasil yang diharapkan:
Hindarkan anak dari situasi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam otak.


b.      Jaga agar anak tidak mengalami dehidasi
Ø  Intervensi keperawatan.
1)      Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak; infus.
      Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
2)      Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
      Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
3)      Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
      Rasional: untuk mendorong complience.
4)      Dorong anak untuk banyak minum
      Rasional: untuk mendorong complience.
5)      Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
      Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.
6)      Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak banyak minum dan jumlah cairan terpenuhi sehingga tidak terjadi dehidarsi.
c.       Bebas dari infeksi
Ø  Intervensi keperawatan
1)      Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
2)      Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
      Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
3)      Beri terapi antibiotika
      Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak terbebas dari infeksi.
d.      Menurunnya resiko yang berhubungan dengan efek pembedahan.
Ø  Intervensi keperawatan
1)          Jelaskan pentingnya transfusi darah
        Rasional: untuk meningkatkan konsentrasi Hb A
2)          Jaga anak agar tidak dehidrasi   
3)          Bujuk anak agar tidak tegang.
        Rasional: Kecemasan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
4)          Beri anlgesik
        Rasional: agar anak merasa nyaman dan menurunkan respon cemas.
5)          Mencegah kegiatan yang tidak perlu
        Rasional: untuk mencegah penambahan kebutuhan oksigen.
6)          Jaga bersihan jalan nafas postoperasi
        Rasional: untuk mencegah infeksi
7)          Lakukan latihan ROM pasif
        Rasional: untuk memacu sirkulasi.
8)          Kolaborasi untuk pemberian oksigen
        Rasional: untuk menambah kadar hemoglobin.
9)          Obsevasi tanda – tanda infeksi.
        Rasional: agar dapat cepat ditangani.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Ketika anak dioperasi tidak mengalami krisis.



2.      Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Ø  Tujuan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak dibutuhkan.
      Rasional: untuk mencegah sakit.
2)      Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin diperlukan.
      Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
3)      Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
      Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
4)      Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
5)      Hindari pengompresan dengan air dingin
      Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi
Ø  Hasil yang diharapkan:
Agar terhindar dari rasa sakit atau setidaknya rasa sakit tidak terlalu menyakitkan bagi si anak.
3.      Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak. 
Tujuan:
                          a.     Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
2)      Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
3)      Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
4)      Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga mereka.
      Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
5)      Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
      Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.
Ø  Hasil yang diharapkan:
      Anak dan keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si       anak secara etiologi dan terapi – terapinya.
                         b.     Agar menerima dorongan yang cukup.
Ø  Intervensi keperawatan:
1)      Mengacu pada organisasi yang terpercaya.
      Rasional: Untuk mendukung proses perawatan.
2)      Daftarkan anak pada klinik anemia
      Rasional: untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
3)      Selalu waspada terhadap suatu keluarga bila 2 atau lebih anggota keluarganya terjangkit penyakit ini.
Ø  Hasil yang diharapkan:

      Keluarga dapat mengambil manfaat dari layanan tersebut dan abnak dapat menerima perawatan dari fasilitas yang tepat.